Judul : Home, Saling Menjauh tapi
Saling Merindu
Nama Penulis : Iva Afianti
Nama Penulis : Iva Afianti
Penerbit : DIVA Press
Editor : Arini Hidajati
Tata Isi : Atika
Pracetak : Antini, Dwi, Wardi
Tanggal
Terbit : September 2013
Edisi
: Cetakan Pertama
ISBN
: 978-602-225-300-7
Sinopsis
:
“Menjual
rumah ini bukan hanya menjual sebuah bangunan fisik. Bagi saya, rumah ini
adalah kenangan, sejarah, cinta, dan…kehidupan itu sendiri. Pada setiap
dinding, ruang dan lekuk likunya, ada cerita tersendiri. Pahit, manis, asam,
getir, semua lengkap.
“Sejak
dulu, saya selalu berusaha bersetia pada setiap kenangan itu. Lalu, ketika
sekarang suami saya begitu ingin menjualnya, di mana lagi saya akan meletakkan
semua kenangan itu? Hati saya jelas tak mampu menampung semuanya….Saya, dan
kami, perlu sesuatu yang berwujud untuk mewadahi kenangan itu.
“Benarkah
Kurt ingin menjualnya karena rumah ini kini hanya menyimpan pedihnya sunyi
semenjak anak-anak mereka meninggalkan mereka berumah tangga dan berjauhan?
“Truly,
bisakah kau membantu memecahkan kebekuan ini?”
***
Sebuah
novel unik dan sangat menyentuh. Menyadarkan akan pentingnya hakikat cinta,
ketulusan, kegairahan, kasih sayang, dan juga nilai kebersamaan. Dan, terutama
arti sebuah rumah bagi kita semua.
Selamat
membaca!
Awal-awal baca udah lemes banget. Kok yang
diceritain kakek-kakek umur delapan puluh enam tahun dan nenek-nenek umur tujuh
puluh empat tahun sih? Dimana nanti sisi romantisnya coba?
Tapi catat….itu awalnya. Setelah coba baca
halaman selanjutnya (ini bacanya dengan tampang malas-malasan dan rasanya udah
kecewa karna isinya nggak sesuai keinginan) mendadak ada surprise disana. Dan terang
saja itu membuat saya terkejut. Penulis mampu menyajikan alur cerita yang
menurut saya sangat apik dan tak terduga. Ada kejadian flashback yang membuat pembaca semakin penasaran.
“Rumah ini adalah kenangan, sejarah, cinta, dan…kehidupan itu
sendiri. Pada setiap dinding, ruang, dan lekuk likunya, ada cerita tersendiri.
Pahit, manis, asam, getir, semua lengkap.” (hal.09)
Home berkisah tentang sebuah keluarga yang ingin
menjual rumah yang telah mereka tinggali cukup lama. Kurt…sang suami yang
seorang pensiunan diplomat ingin menjual rumahnya. Sementara, Bea, istrinya
tidak bisa melakukan apa-apa. Ia sedih jika rumah yang telah memberikan
kenangan itu akan dijual oleh suaminya.
Mereka memiliki 7 orang anak laki-laki yang
semuanya sudah menikah. Hanya Wisnu—anak mereka yang pertama dan Truly—menantu
mereka yang pertama yang sering menelpon dan mengunjungi mereka. Sisanya,
jarang sekali.
Home banyak menyajikan cerita tentang flashback keluarga besar Kurt dan Bea.
Tentang anak-anak mereka, juga tentang sebuah kebersamaan yang semakin jarang
dilakukan setelah anak-anak mereka menikah. Tentang rasanya kesepian ditinggal
anak-anak mereka. Tentang Bea yang sedih jika rumah besar akan kenangannya
bersama anak dan suaminya akan dijual.
“Rumah itu adalah sebuah tempat di mana sejauh-jauhnya kita pergi,
kita akan selalu rindu pulang padanya. Sebab hanya di sana, keletihan kita
terobati.” (hal. 36)
Penulis menyajikan isi novelnya dengan improvisasi masing-masing tokoh.
Dalam novel ini hanya Truly, Wisnu, Kurt—sang ayah dan Bea—sang ibu yang
melakukan hal tersebut.
Cerita
dari buku ini seperti kisah nyata. Saya rasa ini kisah nyata dari sang penulis
sendiri. Mengingat penulis sangat lihai memainkan alurnya. Penulis juga
berhasil mengemas novel bertema keluarga ini dengan sangat baik.
Saya
kira, saya akan bosan membaca buku ini. Namun, nyatanya tidak. Itu karena
pengaruh karakter-karakter yang digambarkan oleh penulis.
Kurt —sang ayah : Karakternya
disiplin, berwibawa, irit dalam berbicara namun pembicaraannya selalu berisi,
tertutup, kaku dan tampan. Meskipun kelihatannya kaku dan sering menimbulkan
“pemberontakan” di keluarganya tapi dialah Mr.
Family Values, the Family Man, dan Home
Loving Man dalam keluarganya.
Bea—sang ibu : Yang semasa
muda memiliki sifat energik, ceria, cerdas, cantik, lincah dan manja. Sementara
setelah menjadi seorang ibu ia menjadi pribadi yang hangat, anggun, namun masih
pecemburu.
Wisnu —anak sulung :
Manusia kalem, penyabar, tipe cowok yang romantis, pintar, tampan *tentu saja,
dan seperti kamus berjalan yang tetap humble.
Truly —menantu
pertama/istri Wisnu : Miss ceroboh, menyebalkan dan implusif, cantik dengan
mata yang selalu berbinar dan taat beragama. Setelah menjadi istri pribadinya
menjadi hangat, jujur, penuh perhatian, penyayang dan masih saja ceroboh.
Ingin
rasanya memiliki suami seperti Wisnu. Dan menjadi sosok istri yang baik seperti
Truly *tapi tidak dengan sifat cerobohnya. Banyak adegan romantis yang disajikan dalam novel ini yang membuat
saya senyum-senyum sendiri saat membacanya *beneran kayak orang gila.
“Kebahagiaan itu tak selalu bisa diukur dengan harta.” (hal.137)
Konflik
yang disajikan juga cukup beragam dan membuat pembaca *terutama saya dibuat
terkejut. Konflik antara ayah dan anak yang mengalami kesalahpahamanlah yang
sering dimunculkan disini. Antara dendam, kebencian, cinta dan kerinduan.
“Sejatinya mungkin
cinta itu tak pernah pergi. Dia hanya tersembunyi oleh dendam yang harusnya tak
pernah ada.” (hal. 357)
Kisah flashback
yang sedih maupun yang menggembirakan ditonjolkan berkali-kali di novel ini
yang semakin membuatnya berbeda. Inilah novel bergenre keluarga yang penuh
cinta dan menyadarkan kita tentang pentingnya ketulusan, kasih sayang,
kebersamaan juga yang paling utama adalah pentingnya sebuah rumah bagi kita
semua.
“Love is in the air. Saling tersenyum. Bicara tanpa kata. Hanya
dengan hati yang penuh kasih.” (hal. 354)
Ini adalah novel kelima yang mampu membuat
saya mewek baca endingnya setelah novel Autumn
In Paris, Melody In The Sky, That Summer Breeze, dan Romance of Their Own :
You’re My Sweetest Destiny. Saya sebenarnya rada sebal jika mendapati
ending yang bikin mata bengkak / ending yang tidak tuntas. Namun, itu
sepenuhnya hak penulis kan ? Mau membuat ending seperti apa dan tentu saja kita
sebagai pembaca nggak boleh menghakiminya *hehe.
Untuk kekurangannya adalah masalah typo.
Masalah yang umum di dalam dunia penerbitan. Tidak banyak sih yang saya temukan
hanya satu dua, namun tetap saja itu membuat pembaca tak nyaman saat
membacanya. Tapi overall, saya sangat
menikmati setiap kisah yang disajikan oleh penulis. Beberapa penggalan lagu
yang muncul di novel ini juga membuatnya menjadi semakin unik, menarik dan
berwarna.
0 komentar:
Posting Komentar