Review #7 Home, Saling Menjauh tapi Saling Merindu

on Jumat, 31 Oktober 2014



Judul : Home, Saling Menjauh tapi Saling Merindu
Nama Penulis : Iva Afianti
Penerbit : DIVA Press
Editor : Arini Hidajati
Tata Isi : Atika
Pracetak : Antini, Dwi, Wardi
Tanggal Terbit : September 2013
Edisi : Cetakan Pertama
ISBN : 978-602-225-300-7



Sinopsis :
“Menjual rumah ini bukan hanya menjual sebuah bangunan fisik. Bagi saya, rumah ini adalah kenangan, sejarah, cinta, dan…kehidupan itu sendiri. Pada setiap dinding, ruang dan lekuk likunya, ada cerita tersendiri. Pahit, manis, asam, getir, semua lengkap.
“Sejak dulu, saya selalu berusaha bersetia pada setiap kenangan itu. Lalu, ketika sekarang suami saya begitu ingin menjualnya, di mana lagi saya akan meletakkan semua kenangan itu? Hati saya jelas tak mampu menampung semuanya….Saya, dan kami, perlu sesuatu yang berwujud untuk mewadahi kenangan itu.
“Benarkah Kurt ingin menjualnya karena rumah ini kini hanya menyimpan pedihnya sunyi semenjak anak-anak mereka meninggalkan mereka berumah tangga dan berjauhan?
“Truly, bisakah kau membantu memecahkan kebekuan ini?”
***
Sebuah novel unik dan sangat menyentuh. Menyadarkan akan pentingnya hakikat cinta, ketulusan, kegairahan, kasih sayang, dan juga nilai kebersamaan. Dan, terutama arti sebuah rumah bagi kita semua.
Selamat membaca!

Awal-awal baca udah lemes banget. Kok yang diceritain kakek-kakek umur delapan puluh enam tahun dan nenek-nenek umur tujuh puluh empat tahun sih? Dimana nanti sisi romantisnya coba?
Tapi catat….itu awalnya. Setelah coba baca halaman selanjutnya (ini bacanya dengan tampang malas-malasan dan rasanya udah kecewa karna isinya nggak sesuai keinginan) mendadak ada surprise disana.  Dan terang saja itu membuat saya terkejut. Penulis mampu menyajikan alur cerita yang menurut saya sangat apik dan tak terduga. Ada kejadian flashback yang membuat pembaca semakin penasaran.

“Rumah ini adalah kenangan, sejarah, cinta, dan…kehidupan itu sendiri. Pada setiap dinding, ruang, dan lekuk likunya, ada cerita tersendiri. Pahit, manis, asam, getir, semua lengkap.” (hal.09)
Home berkisah tentang sebuah keluarga yang ingin menjual rumah yang telah mereka tinggali cukup lama. Kurt…sang suami yang seorang pensiunan diplomat ingin menjual rumahnya. Sementara, Bea, istrinya tidak bisa melakukan apa-apa. Ia sedih jika rumah yang telah memberikan kenangan itu akan dijual oleh suaminya.

Mereka memiliki 7 orang anak laki-laki yang semuanya sudah menikah. Hanya Wisnu—anak mereka yang pertama dan Truly—menantu mereka yang pertama yang sering menelpon dan mengunjungi mereka. Sisanya, jarang sekali.

Home banyak menyajikan cerita tentang flashback keluarga besar Kurt dan Bea. Tentang anak-anak mereka, juga tentang sebuah kebersamaan yang semakin jarang dilakukan setelah anak-anak mereka menikah. Tentang rasanya kesepian ditinggal anak-anak mereka. Tentang Bea yang sedih jika rumah besar akan kenangannya bersama anak dan suaminya akan dijual.

“Rumah itu adalah sebuah tempat di mana sejauh-jauhnya kita pergi, kita akan selalu rindu pulang padanya. Sebab hanya di sana, keletihan kita terobati.” (hal. 36)

Penulis menyajikan isi novelnya dengan improvisasi masing-masing tokoh. Dalam novel ini hanya Truly, Wisnu, Kurt—sang ayah dan Bea—sang ibu yang melakukan hal tersebut.
Cerita dari buku ini seperti kisah nyata. Saya rasa ini kisah nyata dari sang penulis sendiri. Mengingat penulis sangat lihai memainkan alurnya. Penulis juga berhasil mengemas novel bertema keluarga ini dengan sangat baik.

Saya kira, saya akan bosan membaca buku ini. Namun, nyatanya tidak. Itu karena pengaruh karakter-karakter yang digambarkan oleh penulis.
Kurt —sang ayah : Karakternya disiplin, berwibawa, irit dalam berbicara namun pembicaraannya selalu berisi, tertutup, kaku dan tampan. Meskipun kelihatannya kaku dan sering menimbulkan “pemberontakan” di keluarganya tapi dialah Mr. Family Values, the Family Man, dan Home Loving Man dalam keluarganya.

Bea—sang ibu : Yang semasa muda memiliki sifat energik, ceria, cerdas, cantik, lincah dan manja. Sementara setelah menjadi seorang ibu ia menjadi pribadi yang hangat, anggun, namun masih pecemburu.

Wisnu —anak sulung : Manusia kalem, penyabar, tipe cowok yang romantis, pintar, tampan *tentu saja, dan seperti kamus berjalan yang tetap humble.

Truly —menantu pertama/istri Wisnu : Miss ceroboh, menyebalkan dan implusif, cantik dengan mata yang selalu berbinar dan taat beragama. Setelah menjadi istri pribadinya menjadi hangat, jujur, penuh perhatian, penyayang dan masih saja ceroboh.

Ingin rasanya memiliki suami seperti Wisnu. Dan menjadi sosok istri yang baik seperti Truly *tapi tidak dengan sifat cerobohnya. Banyak adegan romantis yang disajikan dalam novel ini yang membuat saya senyum-senyum sendiri saat membacanya *beneran kayak orang gila.

“Kebahagiaan itu tak selalu bisa diukur dengan harta.” (hal.137)

Konflik yang disajikan juga cukup beragam dan membuat pembaca *terutama saya dibuat terkejut. Konflik antara ayah dan anak yang mengalami kesalahpahamanlah yang sering dimunculkan disini. Antara dendam, kebencian, cinta dan kerinduan.

“Sejatinya mungkin cinta itu tak pernah pergi. Dia hanya tersembunyi oleh dendam yang harusnya tak pernah ada.” (hal. 357)

Kisah flashback yang sedih maupun yang menggembirakan ditonjolkan berkali-kali di novel ini yang semakin membuatnya berbeda. Inilah novel bergenre keluarga yang penuh cinta dan menyadarkan kita tentang pentingnya ketulusan, kasih sayang, kebersamaan juga yang paling utama adalah pentingnya sebuah rumah bagi kita semua.

“Love is in the air. Saling tersenyum. Bicara tanpa kata. Hanya dengan hati yang penuh kasih.” (hal. 354)

Ini adalah novel kelima yang mampu membuat saya mewek baca endingnya setelah novel Autumn In Paris, Melody In The Sky, That Summer Breeze, dan Romance of Their Own : You’re My Sweetest Destiny. Saya sebenarnya rada sebal jika mendapati ending yang bikin mata bengkak / ending yang tidak tuntas. Namun, itu sepenuhnya hak penulis kan ? Mau membuat ending seperti apa dan tentu saja kita sebagai pembaca nggak boleh menghakiminya *hehe.

Untuk kekurangannya adalah masalah typo. Masalah yang umum di dalam dunia penerbitan. Tidak banyak sih yang saya temukan hanya satu dua, namun tetap saja itu membuat pembaca tak nyaman saat membacanya. Tapi overall, saya sangat menikmati setiap kisah yang disajikan oleh penulis. Beberapa penggalan lagu yang muncul di novel ini juga membuatnya menjadi semakin unik, menarik dan berwarna.

0 komentar:

Posting Komentar