[Review] Jatuh Cinta adalah Cara Terbaik untuk Bunuh Diri

on Selasa, 12 Mei 2015


Judul : Jatuh Cinta adalah Cara Terbaik Untuk Bunuh Diri
Nama Penulis : Bernard Batubara
Editor : Ayuning & Gita Romadhona
Penyelaras Aksara : Widyawati Oktavia
Desainer Sampul : Levina Lesmana
Penata Letak : Erina Puspitasari
Penyelaras Tata Letak : Landi A. Handwiko
Ilustrator Sampul & Isi : Ida Bagus Gede Wiraga (@ibgawiraga)
Penerbit : Gagas Media
Tanggal Terbit : 2014
Edisi : Cetakan Pertama
ISBN : 978-979-780-771-9
Rating : 4 dari 5 bintang

Hamidah Tak Boleh Keluar Rumah

“Mengapa aku terlahir buruk rupa, Ayah?”
“Tak perlu cantik untuk hidup dengan baik, Hamidah.”
“Tetapi, Ibu cantik, kan?”
“Tak ada yang mengalahkan pesonanya.”
“Aku ingin jadi seperti Ibu.”

Hamidah lahir dengan wajah yang tak sempurna. Setiap malam ia selalu keluar rumah untuk melihat kunang-kunang untuk mengobati rasa rindu terhadap ibunya yang sudah meninggal. Sampai suatu malam, seekor kunang-kunang yang mengaku sebagai ibunya, mengatakan bahwa Hamidah tidak akan menderita lagi. Bahwa ia akan menjadi cantik seperti ibunya.

Seorang Perempuan di Loftus Road

Kukatakan padamu, ya. Sebenarnya, tak ada yang istimewa dari menjadi sebatang pohon. Aku hidup dan bernafas biasa, lewat daun-daun yang tumbuh di sekujur tubuhku. Aku pun melihat dengan biasa. Hanya saja, aku tak lagi bisa bicara dengan manusia. Bahasaku kini berbeda. Bahasa pohon-pohon.

Dikisahkan ada seorang perempuan yang menunggu seorang lelaki di Loftus Road. Berharap lelaki itu datang menepati janjinya. Sayangnya, sebagaimana sebuah janji manusia, ada di antara mereka yang ditepati oleh pemiliknya, ada pula yang tidak. Ia menunggu selama berjam-jam dengan dada penuh harapan. Dia terus menunggu, bahkan setelah tahu bahwa lelaki yang dia tunggu tak akan pernah datang. Sampai akhirnya dia berubah menjadi sebuah pohon.

Jatuh Cinta adalah Cara Terbaik untuk Bunuh Diri

Aku tidak bersepakat dengan banyak hal, kau tahu. Kecuali, kalau kau bilang bahwa jatuh cinta adalah cara terbaik untuk bunuh diri.
Untuk hal itu, aku setuju.

Bril ingin hidup lebih lama di Bumi dan bahkan ingin menjadi manusia seutuhnya kala ia bertemu dengan Rahayu. Gadis yang membuatnya merasakan jatuh cinta pada pandangan pertama. Namun, untuk menjadi seorang manusia, ia harus bunuh diri terlebih dahulu.

***
Saya pribadi bukan penikmat cerpen atau kumcer. Namun, entah kenapa waktu novel ini rilis dan banyak dibicarakan di media sosial akhir tahun lalu, ada rasa ketertarikan dalam diri saya. Entah kenapa saya ingin membaca buku ini. Mungkin karena judul bukunya yang panjang itu atau karena covernya yang menurut saya pribadi sangat cantik atau juga karena setelah baca book blurb-nya. Entahlah…saya lupa kenapa saya dulu begitu kukuh ingin membaca buku ini.

Dan hasilnya…GOTCHA. Saya menemukan hal yang berbeda dalam buku ini. Sesuatu yang tidak saya temukan dalam cerpen-cerpen lain. Ini pertama kalinya saya membaca buku karya kak Bara dan setelah menyelesaikan buku ini, saya mulai menyukai tulisan-tulisannya.

Membaca kumpulan cerpen dalam novel ini membuat saya berada pada dunia yang berbeda. Sisi gelap dari cinta banyak dihadirkan penulis dalam buku ini. Mungkin inilah yang dulu menjadi alasan kenapa saya ingin membaca buku ini. Saya serasa membaca cerpen-cerpen klasik jaman dulu…mungkin karena kak Bara menggunakan setting dan nama-nama orang-orang desa yang identik dengan kata “zaman dulu”.

Alasan klasik kenapa saya bukan penggemar cerpen adalah karena biasanya konflik yang dihadirkan terasa kurang nendang dan cerita yang dihadirkan kurang memiliki porsi yang sesuai dan terkesan tidak tuntas. Namun di dalam buku ini, Kak Bara menceritakan setiap kisah dengan porsi yang sesuai, tidak monoton, dan selalu berkesan untuk saya. Entah kenapa, meskipun saya sudah menutup buku ini, cerita dalam buku ini seolah-olah tidak mau keluar dari pikiran saya dan terus menari-nari. Saya mengingat semua ceritanya meskipun sudah selesai membacanya.

Kebanyakan orang lebih senang menceritakan sisi manis dari cinta. Sedikit sekali yang mampu berterus terang mengakui dan mengisahkan sisi gelapnya. Dan kak Bara berhasil melakukannya. Ia berhasil menuliskan sisi gelap dari kisah cinta dalam buku ini dengan apik. Meskipun ada beberapa yang tidak masuk akal juga :D seperti cerita seorang perempuan di Loftus Road, Meriam beranak ataupun .

Memang cinta adalah manis. Cinta adalah terang. Cinta adalah putih. Cinta adalah senyum. Cinta adalah tawa. Tapi sayangnya, cinta tak sekedar manis. Cinta tak sekedar terang. Cinta tak melulu tentang senyum dan tawa. Inilah kisah cinta yang sedikit berbeda.

So, masih beranikah kau untuk jatuh cinta?

1 komentar:

  1. pernah liat ada yg ngeshare cover buku ini dan baru tau kalo ini kumcer
    dan penulisnya Bernad Batubara?
    Wah pasti keren banget >_<
    jadi isinya kayak cerpen klasik gitu ya, tertarik pengen baca juga
    suka dengan cerpen-cerpen yang make bahasa baku :D
    3 judul yg kamu share itu bikin penasaran >_<
    kunang-kunang, pohon, nuansanya alam ya >.<
    bener-bener kisah yang berbeda dari biasanya :D
    kira" ceritanya mirip cerita dongeng gak ya? >.<

    BalasHapus