[Review] Gerobak Lee Myung Bak

on Jumat, 17 April 2015



Judul : Gerobak Lee Myung-bak
Nama Penulis : Lee Myung-bak
Penerjemah : Lulu Fitri Rahman
Penyunting : Abu Ibrahim
Pewajah Sampul : Hussein
Pewajah Isi : Nurhasanah Ridwan
Penerbit : Pustaka Inspirasi
Tanggal Terbit : Juni 2014
Edisi : Cetakan Pertama
ISBN : 978-602-97069-7
Rating : 5 dari 5 bintang

“Lebih baik melupakan yang bagus-bagus dan justru mengingat yang buruk-buruk. –hal. 224

Awalnya saya tidak sempat berpikir ingin membaca novel inspiratif seperti ini *saya akui, saya lebih suka novel bergenre fantasy, thriller dan romance. Sama sekali tak pernah berpikir ingin membaca buku yang seperti ini.

Tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan buku ini. Saya sampai bingung mau memberi review seperti apa. Menurut saya buku ini sudah mencakup semuanya. Menarik, iya. Penuh inspirasi, juga iya. Menguras emosi, iya.  Mengharukan, iya. Hebat, iya. And I Love This Book^^

Buku ini cukup menarik. Idenya juga masih fresh, karena mengangkat kisah perjalanan + perjuangan seseorang dari zero to hero. Penggabungan alurnya juga seimbang. Malah saya rasa begitu baik dan berurutan. Beberapa kisah flashback yang ditonjolkanpun begitu terasa.
Saya sempat berpikir, apa iya beliau (Lee Myung-bak) pernah mengalami semua ini ? Semiskin apasih ? Sampai-sampai berulang kali beliau kelaparan ?

Ya, saya akui, banyak hal yang harus dilalui sebelum mencapai kesuksesan. Banyak rintangan. Kadang kita akan jatuh berkali-kali. Gagal berkali-kali. Seperti sebuah pepatah, “Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian.”

Sifat pantang menyerah dan pekerja keras saya temukan dalam diri Lee Myung-bak. Karena sudah muak akan kemiskinan yang membelenggu keluarganya, ia bertekad untuk merubah semuanya. Ia ingin berhasil, ia ingin setidaknya memperbaiki kehidupan keluarganya. Ia tidak ingin lagi kelaparan dan ingin lepas dari kemiskinan. Ia juga tak pernah menganggap kemiskinan sebagai alasan. Kemiskinan justru membantu memperkuat semangatnya. Dan ia berketad tak akan membiarkan kemiskinan itu mencekiknya.

“Dulu, kami hidup dalam tekanan dan sangat mendambakan kehidupan yang lebih baik. Inilah yang menggerakkan kami untuk melakukan apa yang dianggap mustahil oleh banyak orang.”    –hal.11

Lee Myung-bak melakukan banyak pengorbanan yang menjadikan mozaik dirinya begitu indah dan kaya. Inilah kisah buku yang amat sangat luar biasa dan mengagumkan. Buku yang berkisah tentang seorang bocah miskin dari Pohang yang mampu menjadi Presiden Korea Selatan. Amazing !!

Dan saya tahu, dalam bukunya ini ia ingin menceritakan pada semua orang bahwa tidak ada rintangan yang menghalangi seseorang untuk menjadi besar. Asalkan ada kemauan dan keyakinan untuk berjuang, pasti ada jalan yang menuntun kita untuk bisa meraih mimpi dan kesuksesan.

“Tantangan kerap memunculkan ketakutan, tetapi juga mengeluarkan potensi diri.” –hal.13

Saya tak henti-hentinya berdecak kagum. Saya juga kagum dengan keluarga Lee Myung-bak. Terutama ibunya. Ya, sedari kecil Lee Myung-bak di didik ibunya dengan baik. Peran didikan ibunya inilah yang saya yakin membuat Lee Myung-bak bisa sampai sekarang ini (bisa menjadi CEO Hyundai Construction dan Presiden). Ibu Lee Myung-bak selalu bekerja keras. Mungkin sifat inilah yang menurun kepada Lee Myung-bak.

Saya bahkan terkikik geli ketika ibunya menyuruh Lee Myung-bak membantu tetangganya. Ketika Lee Myung-bak memprotes, ibunya segera berkata, “Tetangga itu lebih dekat daripada kerabat.” Dan setelah saya pikir, hal itu memang benar. Orang pertama yang akan membantu kita dalam keadaan mendesak adalah tetangga. Orang yang mengetahui kalau kita sakit atau akan mengadakan hajatan juga tetangga duluan. Sementara kerabat, kalau ia tinggalnya jauh, ia akan jadi orang kedua. Hal lain yang saya kagumi dari sosok ibu Lee Myung-bak adalah dia ingin anak-anaknya belajar untuk melayani dengan tulus. Namun saya menyayangkan satu hal, bahwa ibu Lee Myung-bak dalam mimpinya pun ia tidak bisa lepas dari kemiskinan.

Tentang perjalanan hidupnya, saya akui tidak mudah. Kalau saya menjadi dirinya, mungkin saya tidak sanggup. Membayangkan harus mengisi gerobak sorong dengan sampah lalu mengangkutnya sejauh beberapa kilometer sampai enam kali atau bahkan lebih membuat saya bergidik. Saya benar-benar tidak akan sanggup. Dan Lee Myung-bak memang hebat. Ia benar-benar berhasil tanpa ada kata “MENYERAH.”

Saat menjadi CEO Hyundai Construction pun berbagai cobaan pernah menimpanya. Namun ia berhasil mengatasi semuanya. Saat memasuki dunia politik dan memutuskan untuk mencalonkan diri sebagai wali kota Seoul *namun kalah dalam pemilihan, ia juga bersikap sportif. Ia menerima kekalahan itu. Dan saat ia berhasil menjadi wali kota Seoul tahun 2002, ia melakukan banyak perubahan. Sosoknya benar-benar hebat dimata saya. Dan pada tahun 2007 beliau mendapat kesempatan lain untuk melayani negaranya. Beliau terpilih sebagai Presiden Republik Korea yang ke-17.

Ia pernah kelaparan, ia pernah tinggal di kuil tua, ia pernah kesulitan saat ingin masuk SMA, ia pernah dipenjara saat menjadi aktivis mahasiswa yang menentang pemerintah, ia pernah kesulitan mencari pekerjaan, dan ia pernah dihajar oleh orang-orang mabuk saat melindungi sebuah brankas. Itulah gambaran kecil dari kehidupan yang begitu memilukan dan penuh perjuangan sebelum akhirnya ia mencecap manisnya menjadi seorang CEO Hyundai Construction dan Presiden Korea.

Saya tidak banyak menemukan kekurangan dalam buku ini. Terjemahannya cukup bagus. Terimakasih kepada para penerjemah, penyunting, juga orang-orang yang telah menjadikan buku ini ada. Dan novel ini benar-benar penuh inspirasi. Buku yang berisi kisah mengharukan ini, mampu membuat hati saya terketuk. Saya ingin mimpi-mimpi saya menjadi nyata. Maka dari itu, berulang kali saya mengingatkan diri untuk terus bekerja keras dan pantang menyerah. Dan buku ini banyak memberi manfaat untuk pembacanya. Overall, saya benar-benar tidak kecewa setelah membaca buku ini. Kisah yang mengagumkan dan hebat ini, akan terus saya ingat.

“Bagi bocah miskin dari Pohang, perjalanan ini telah menjadi petualangan besar dan, yang terpenting, kehormatan besar.” –hal.400

0 komentar:

Posting Komentar