[Review] Dear Friend With Love

on Senin, 12 Januari 2015



Judul : Dear Friend With Love – bolehkan aku mencintaimu ?
Nama Penulis : Nurilla Iryani
Editor : Herlina P. Dewi
Tata Sampul : Teguh Santosa
Layout Isi : Deeje
Proof Reader : Tikah Kumala
Penerbit : Stiletto Book
Tanggal Terbit : Oktober 2012
Edisi : Cetakan Pertama
ISBN : 978-602-7572-07-2

Karin
Delapan tahun! Itu bukan waktu yang sebentar untuk menunggu. Tapi yang aku dapatkan selama ini justru semua cerita saat kamu jatuh cinta dengan puluhan wanita lain di luar sana. Puluhan wanita yang selalu berakhir membuatmu kecewa. Rama, sadarkah kamu, wanita yang nggak akan pernah mengecewakanmu justru berada di dekatmu selama ini ? Aku. Sahabatmu, tolol!

Rama
Satu diantara seribu alasan kenapa gue nyaman bersahabat dengan Karin adalah ketidakwarasannya membuat gue tetap waras di tengah gilanya kehidupan Jakarta. Ya, dia adalah teman adu tolol favorit gue. Oh iya, gue punya satu lagi alasan : dia cantik banget, man! Nggak malu-maluin buat diajak ke pesta kawinan kalau gue kebetulan sedang jomblo. Paket komplit!

“Loving someone who doesn’t love you back is such a hell on earth. Especially, when you can’t even show your love for the sake of friendship. Oh, or maybe, you need that friendship for the sake of your love?” (hlm. 01)

Tiga kata untuk novel ini : Bisa Bikin Ketawa. Saya bahkan mampu melahap buku ini dalam 24 jam. Ya termasuk rekor baru di awal tahun 2015 mengingat akhir-akhir ini saya terserang penyakit ‘bosan membaca’ selama berminggu-minggu. Baru baca halaman pertama saja, saya sudah dibuat tertawa. Well, saya rasa ini termasuk novel dengan genre romance-humor. Dan novel ini menjadi moodboster saya dalam menyembuhkan penyakit itu. Applause for this book ! Yeyy.

Dear Friend With Love, barangkali judulnya memang umum. Ceritanya juga sederhana. Mengenai, katanya a guy and a girl can’t be just friends ? Benarkah ? Jawaban saya…benar. Nggak mungkin laki-laki dan perempuan itu cuma sahabatan. Nggak. Nggak masuk akal. Pasti ada percikan rasa cinta yang kadang kala hinggap tapi tidak kita sadari. Contohnya ? Banyak. Baru-baru ini aja, kakak saya yang udah temenan lama sama seorang cewek, ujung-ujungnya juga diembat alias pacaran. Upload selfie bareng di BBM. See!

Ok, stop to told about this. Make me jealous.

“Jealousy is an ugly thing. It makes you hate someone that you barely know. And to make it worst, you’re the one who gets hurt, no that ‘someone’. Some people say, you can only get jealous when you feel insecure.” (hlm. 15)

Well, ini tentang Karin dan Rama yang sudah sahabatan selama 8 tahun. Tentang Karin yang menyukai Rama. Juga tentang Rama yang sering gonta-ganti pacar. Bertahun-tahun Karin single (menolak semua laki-laki yang ngantre ingin jadi pacarnya) cuma buat nunggu Rama. Dan ketika Rama tanya ‘kenapa ngak ada satu pun yang dipilih?’ jawaban Karin pasti ‘mau nunggu dudanya Prince William’.

Banyak adegan konyol di novel ini. Ya…yang tadi. Yang membuat saya bisa melahap buku ini cuma dalam satu hari dengan cekikikan dari awal sampai akhir. Kekonyolan persahabatan Rama dan Karin terlihat jelas disini. Punya temen cewek itu ada keuntungannya juga lho buat cowok. Buktinya?

“Guys, ada dua keuntungan punya sahabat cewek. First, mereka selalu mendengar. Second, mereka tahu persis apa yang perempuan mau. Ini buktinya!” (hlm. 37)

Kisah Rama yang jatuh cinta pada Astrid alias Cicit (panggilan sayang Rama ke Astrid) juga semakin membuat cerita ini berwarna karena lagi-lagi Karin dibuat jealous. Again and again.

“And look at me now. Sitting here. Getting my heart broken. But still giving him my best smile.” ( hlm. 6)
Sadar nggak sadar, kita pernah ngerasain gitu kan ? Oh, ok, maybe only me and Karin *tentunya. Yang masih bisa tersenyum meskipun hatinya kerasa diiris-iris waktu liat orang yang kita sukai malah cerita tentang cewek lain.

Oke, fokus! Yang membuat novel ini semakin menarik di mata saya adalah penggambaran karakter tokoh-tokohnya yang kuat. Bahasa yang digunakan penulis menurut saya juga bagus. Perpaduan antara bahasa Indonesia dengan sedikit taburan bahasa Inggris, membuat novel ini tempak keren untuk saya. Penulis juga menyajikan isi novel ini dengan improvisasi masing-masing tokoh. Karin menggunakan improvisasi ‘aku’. Sementara Rama menggunakan improvisasi ‘gue’.

Wait, Adam? Who is he?
Adam adalah karakter lain yang muncul setelah Astrid. Yang makin membuat novel ini unique. Adam muncul sebagai sosok teman kecil Karin. Yang dulunya sering di bully Karin dan sering nangis. Namun, setelah dewasa, sosoknya menjelma seperti Rio Dewanto.

Konflik yang diangkat penulis adalah tentang kecemburuan Karin terhadap hubungan Rama dan Cicit. Ya, bahkan demi kucing tetangga, ia lebih rela kelilipan salak daripada harus melihat Rama dan Cicit mesra-mesraan penuh cinta. Tapi untunglah, sosok Adam mampu membuat perhatian Karin sedikit teralih. Nah, sebelum saya lupa, ada tips nih yang saya dapat dari novel ini.

“Remember this guy : Kalau lo sedang ada masalah dengan cewek lo, jangan ajak dia ke tempat ramai. Cewek nggak akan segan-segan nangis di tempat umum dan membuat lo tampak seperti seorang ibu tiri Cinderella yang jahat. Kalau kepepet, lo harus bawa cewek lo yang ngambek ke tempat umum, jangan lupa sedia kantong plastik bag buat nutupin kelapa lo.” (hlm. 96)

Semoga tips diatas bermanfaat ya #hehe. Untuk ending-nya ? Well, lebih baik baca sendiri deh ya. Dijamin nggak bakal nyesel, nggak bakalan bosen, malah makin ketagihan buat baca novel kak Nurilla Iryani yang lain. Finally, 5 bintang melayang untuk novel ini.

2 komentar:

  1. setelah saya membaca novel ini,ceritanya bagus kak ,tapi saya berfikir ada yang kurang ,yaitu kurang banyak :D dan saya masih penasaran dengan kisah selanjutnya dari Rama & Karin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, saya setuju...halamannya kurang banyak ya. Padahal sebenarnya bisa lho agak diperpanjang gitu ceritanya :)

      Hapus