Judul
: Dear Friend With Love – bolehkan aku mencintaimu ?
Nama
Penulis : Nurilla Iryani
Editor
: Herlina P. Dewi
Tata
Sampul : Teguh Santosa
Layout
Isi : Deeje
Proof
Reader : Tikah Kumala
Penerbit
: Stiletto Book
Tanggal
Terbit : Oktober 2012
Edisi
: Cetakan Pertama
ISBN
: 978-602-7572-07-2
Karin
Delapan tahun! Itu bukan waktu yang
sebentar untuk menunggu. Tapi yang aku dapatkan selama ini justru semua cerita
saat kamu jatuh cinta dengan puluhan wanita lain di luar sana. Puluhan wanita
yang selalu berakhir membuatmu kecewa. Rama, sadarkah kamu, wanita yang nggak
akan pernah mengecewakanmu justru berada di dekatmu selama ini ? Aku.
Sahabatmu, tolol!
Rama
Satu diantara seribu alasan kenapa
gue nyaman bersahabat dengan Karin adalah ketidakwarasannya membuat gue tetap
waras di tengah gilanya kehidupan Jakarta. Ya, dia adalah teman adu tolol
favorit gue. Oh iya, gue punya satu lagi alasan : dia cantik banget, man! Nggak
malu-maluin buat diajak ke pesta kawinan kalau gue kebetulan sedang jomblo.
Paket komplit!
“Loving someone who
doesn’t love you back is such a hell on earth. Especially, when you can’t even
show your love for the sake of friendship. Oh, or maybe, you need that
friendship for the sake of your love?” (hlm. 01)
Tiga
kata untuk novel ini : Bisa Bikin Ketawa. Saya
bahkan mampu melahap buku ini dalam 24 jam. Ya termasuk rekor baru di awal tahun 2015 mengingat akhir-akhir ini saya terserang penyakit ‘bosan membaca’ selama
berminggu-minggu. Baru baca halaman pertama saja, saya sudah dibuat tertawa. Well, saya rasa ini termasuk novel
dengan genre romance-humor. Dan novel
ini menjadi moodboster saya dalam
menyembuhkan penyakit itu. Applause for
this book ! Yeyy.
Dear Friend With Love,
barangkali judulnya memang umum. Ceritanya juga sederhana. Mengenai, katanya a guy and a girl can’t be just friends ?
Benarkah ? Jawaban saya…benar. Nggak mungkin laki-laki dan perempuan itu cuma
sahabatan. Nggak. Nggak masuk akal. Pasti ada percikan rasa cinta yang kadang
kala hinggap tapi tidak kita sadari. Contohnya ? Banyak. Baru-baru ini aja,
kakak saya yang udah temenan lama sama seorang cewek, ujung-ujungnya juga diembat
alias pacaran. Upload selfie bareng
di BBM. See!
Ok, stop to told about
this. Make me jealous.
“Jealousy is an ugly
thing. It makes you hate someone that you barely know. And to make it worst,
you’re the one who gets hurt, no that ‘someone’. Some people say, you can only
get jealous when you feel insecure.” (hlm. 15)
Well,
ini tentang Karin dan Rama yang sudah sahabatan selama 8 tahun. Tentang Karin
yang menyukai Rama. Juga tentang Rama yang sering gonta-ganti pacar.
Bertahun-tahun Karin single (menolak
semua laki-laki yang ngantre ingin jadi pacarnya) cuma buat nunggu Rama. Dan
ketika Rama tanya ‘kenapa ngak ada satu pun yang dipilih?’ jawaban Karin pasti
‘mau nunggu dudanya Prince William’.
Banyak
adegan konyol di novel ini. Ya…yang tadi. Yang membuat saya bisa melahap buku
ini cuma dalam satu hari dengan cekikikan dari awal sampai akhir. Kekonyolan
persahabatan Rama dan Karin terlihat jelas disini. Punya temen cewek itu ada
keuntungannya juga lho buat cowok. Buktinya?
“Guys, ada dua
keuntungan punya sahabat cewek. First, mereka selalu mendengar. Second, mereka
tahu persis apa yang perempuan mau. Ini buktinya!”
(hlm. 37)
Kisah
Rama yang jatuh cinta pada Astrid alias Cicit (panggilan sayang Rama ke Astrid)
juga semakin membuat cerita ini berwarna karena lagi-lagi Karin dibuat jealous.
Again and again.
“And look at me now.
Sitting here. Getting my heart broken. But still giving him my best smile.” (
hlm. 6)
Sadar
nggak sadar, kita pernah ngerasain gitu kan ? Oh, ok, maybe only me and
Karin *tentunya. Yang masih bisa tersenyum meskipun hatinya kerasa diiris-iris
waktu liat orang yang kita sukai malah cerita tentang cewek lain.
Oke,
fokus! Yang membuat novel ini semakin menarik di mata saya adalah penggambaran
karakter tokoh-tokohnya yang kuat. Bahasa yang digunakan penulis menurut saya
juga bagus. Perpaduan antara bahasa Indonesia dengan sedikit taburan bahasa
Inggris, membuat novel ini tempak keren untuk saya. Penulis juga menyajikan isi novel ini dengan
improvisasi masing-masing tokoh. Karin
menggunakan improvisasi ‘aku’. Sementara Rama menggunakan improvisasi ‘gue’.
Wait,
Adam? Who is he?
Adam
adalah karakter lain yang muncul setelah Astrid. Yang makin membuat novel ini unique. Adam muncul sebagai sosok teman
kecil Karin. Yang dulunya sering di bully
Karin dan sering nangis. Namun, setelah dewasa, sosoknya menjelma seperti Rio
Dewanto.
Konflik
yang diangkat penulis adalah tentang kecemburuan Karin terhadap hubungan Rama
dan Cicit. Ya, bahkan demi kucing tetangga, ia lebih rela kelilipan salak
daripada harus melihat Rama dan Cicit mesra-mesraan penuh cinta. Tapi
untunglah, sosok Adam mampu membuat perhatian Karin sedikit teralih. Nah,
sebelum saya lupa, ada tips nih yang saya dapat dari novel ini.
“Remember this guy :
Kalau lo sedang ada masalah dengan cewek lo, jangan ajak dia ke tempat ramai.
Cewek nggak akan segan-segan nangis di tempat umum dan membuat lo tampak
seperti seorang ibu tiri Cinderella yang jahat. Kalau kepepet, lo harus bawa
cewek lo yang ngambek ke tempat umum, jangan lupa sedia kantong plastik bag
buat nutupin kelapa lo.” (hlm. 96)
Semoga
tips diatas bermanfaat ya #hehe. Untuk ending-nya
? Well, lebih baik baca sendiri deh
ya. Dijamin nggak bakal nyesel, nggak bakalan bosen, malah makin ketagihan buat
baca novel kak Nurilla Iryani yang lain. Finally,
5 bintang melayang untuk novel ini.
setelah saya membaca novel ini,ceritanya bagus kak ,tapi saya berfikir ada yang kurang ,yaitu kurang banyak :D dan saya masih penasaran dengan kisah selanjutnya dari Rama & Karin
BalasHapusIya, saya setuju...halamannya kurang banyak ya. Padahal sebenarnya bisa lho agak diperpanjang gitu ceritanya :)
Hapus