Nama Penulis : A.H. Igama
Editor : Ry Azzura & Sulung S. Hanum
Proofreader : Funy D.R.W
Desain Cover & Layout : Gita Mariana
Ilustrasi Sampul : Rudiyanto
Penerbit : Bukune
Tanggal Terbit : Agustus 2014
Edisi : Cetakan Pertama
ISBN : 978-602-220-133-5
Rating :3 dari 5 bintang
KREEEKKK
!
Kotak
musik tua itu terbuka. Berbarengan dengan boneka kecil yang keluar, terdengar
sebuah lagu mengalun. Iramanya lirih, membuat siapa pun yang mendengarnya
bergidik. Boneka gadis kecil dengan muka sedikit rusak karena terbakar itu
menggerakkan kepalanya, lalu tiba-tiba matanya memelotot kea rah Manda.
Manda
terbangun dalam keadaan jantung berdegup kencang dan keringat dingin keluar
dari pori-pori kulitnya. Dilihatnya sekeliling kamar; pecahan kaca dari pigura
foto berserakan dengan dinding kamar penuh…, darah!
Peristiwa
itu awal dari terror di hidup Manda… dan hidupnya akan berubah selamanya.
***
“Kamu
seharusnya tidak membuka kotak musik itu. Kamu melepaskan dia.” –hlm.
36
Setelah
kepergian neneknya, Manda merasa dunia-nya sudah tidak sama lagi. Ia merasa
kesepian. Liburan semesternya pun ia gunakan untuk berdiam diri di rumah.
Semenjak kepergian neneknya sikap Manda berubah menjadi pendiam.
Sampai
suatu ketika, sebuah kotak musik tua mengubah hidupnya. Kotak musik milik
neneknya itu ditemukan ayahnya di kamar neneknya. Dengan sangat senang Manda
mengumumkan diri bahwa kotak musik itu sekarang adalah miliknya dan berjanji
akan menjaganya. Tanpa tahu bahwa sebuah malapetaka akan membawanya ke mimpi
buruk yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Kotak
musik tua yang terlihat kusam namun tetap cantik yang berisi sebuah miniature
gadis kecil berputar-putar diiringi musik ‘Fur Elise’ itu tanpa sadar
menyeretnya pada sebuah dendam masa lalu yang belum terbalaskan.
Keanehan
demi keanehan datang padanya. Diawali dengan munculnya anak perempuan yang
mengenakan gaun berenda selutut berwarna krem, lalu tangannya yang terluka
setelah bangun pagi, belum lagi kamarnya yang berantakan dengan sebuah tulisan
berdarah bertuliskan “Kau pembohong!”
“Kamu
harus berhati-hati, tidak lama lagi, dia akan mengambil apa yang kau punya.” –hlm.37
***
Setelah
menyelesaikan novel Apartemen Berhantu minggu lalu, ada sedikit ketertarikan
yang memenuhi diri saya untuk kembali menikmati sensasi membaca novel Horror.
Dan pilihan saya jatuh pada Bisikan Kotak Musik ini.
Awal
membaca kita akan diajak masuk dalam cerita berlatar masa pendudukan Belanda
tahun 1940. Disini penulis menyajikan awal mula kotak musik itu berasal.
Menyelami konflik kehidupan nenek Manda yang cukup menegangkan.
Dari
awal penulis sudah menyajikan kejutan manis yang membuat saya dibuat berpikir
akan seperti apa cerita ini selanjutnya. Plot yang diambil adalah mundur lalu
maju. Setelah menceritakan kehidupan Hannah—nenek Manda, cerita berlanjut ke
masa sekarang, tahun 2013.
Cukup
salut juga karena penulis menyajikan flashback-nya di awal cerita. Jadi,
pembaca tidak akan bertanya-tanya akan milik siapa kotak musik itu berasal,
meskipun begitu puzzle dari misteri cerita ini belum terpecahkan, jadi mau
tidak mau kita harus membalikkan halaman demi halaman untuk menemukan kejutan
lain dan jawaban dari misteri itu sendiri.
Pemilihan
gaya bahasa-nya juga cukup baik. Ringan dan enak dibaca. Alurnya pun seimbang.
Tidak terkesan cepat atau lambat. Setting dari cerita inipun dieksplor dengan
baik. Namun, pemilihan sudut pandang penulis yang memilih menggunakan sudut
pandang orang ketiga agaknya kurang membuat si tokoh utama terasa hidup.
Saya
agak kecewa juga karena penulis meledakkan bom-nya di pertengahan cerita.
Padahal saya kira penulis akan menuturkan semua jawaban dari kejutan manis yang
sudah ia tebarkan di awal cerita pada akhir cerita sehingga pembaca akan
bertanya-tanya apa sebenarnya yang menyebabkan Airin balas dendam kepada Hannah,
padahal dulu mereka adalah sahabat dekat.
Ada
beberapa bagian cerita yang menurut saja agak janggal. Yang paling membuat saya
terusik adalah saat pria tukang kebun mengatakan bahwa 5 tahun silam sebuah
rumah yang terletak di depan rumah Manda terbakar berikut pemilik rumahnya, dan
reaksi Mandalah yang membuat saya terkejut. Bukankah Manda menempati rumah itu
dari kecil? Disini kebingungan saya muncul. Kalau Manda menempati rumah itu
sejak kecil harusnya ia tahu, tapi reaksinya malah “Sudah cukup kejutan untuk
hari ini”
No typo!
Saya cukup senang karena tidak ada typo yang mengganggu selama proses membaca
saya. Ini termasuk pencapaian yang luar biasa. Saya memberikan applause untuk para editor + proofreader
yang sudah bekerja keras sehingga tidak ada typo dalam buku ini.
Setelah
penulis meledakkan bom-nya di pertengahan cerita, saya merasa cerita
selanjutnya bukan lagi bergenre horror. Entah kenapa saya merasa sebagian akhir
dari novel ini masuk genre fantasy. Ini karena kemampuan Gilang yang bisa masuk
dalam mimpi orang lain. Terlebih tentang perkelahian Hannah dan Airin yang
kurang cocok untuk genre horror.
Namun,
terlepas dari itu semua, saya suka penulis menyajikan tema tambahan tentang
kegiatan keluarga Manda. Jadi konflik dari novel ini bervariasi dan tidak
berpusat pada bisikan kotak musik itu sendiri.
akhirnya, setelah stalking bermenit-menit (kalau berjam-jam lebay banget rasanya haha) akhirnya aku menemukan review genre kesukaanku. Meski genre ini, aku lebih suka novel terjemahan daripada novel lokal.
BalasHapusapa cuma menurut aku aja ya, covernya agak cukup "bewarna" untuk kesan misteri. Biasanya sih, kalau genre gini, agak lebih simple, pelit warna dan font tulisannya gak macam-macam kayak gitu.
kalau dari cerita, kotak musik ini langsung ingatin aku sama lagu SHINee yang judulnya Orgel. Tapi yah siapa tahu aja kebetulan.
Oya, apa hubungan Manda dengan cerita Airin dan Hannah ya? soalnya di atas cuma di sebutkan konflik mereka, padahal ceritanya kan tentang Manda kan? Apa mungkin Airin dan Hanna itu yang menjadi penyebab kotak musik menjadi misteri? Trus Manda yang nemuin?
Kalau yang aku tangkap dari review sih gitu, hehe