Judul : Nomadic Heart
Nama Penulis : Ariy
Penyunting : Ikhdah Henny
Perancang Sampul : Yellow-p
Pemeriksa Aksara : Septi W.S & Tristanti
Penata Aksara : Adfina Fahd
Foto Isi : koleksi pribadi penulis
Penerbit : B first
Tanggal Terbit : Februari 2013
Edisi : Cetakan Pertama
ISBN : 978-602-8864-72-5
Rating : 4 dari 5 bintang
“Traveling
adalah aktivitas spiritual tersakral manusia setelah agama. Traveling adalah
sarana berkontemplasi banyak hati dalam mencari jati diri, mencari jawab atas
banyak pertanyaan hidup.” –hlm. xi
Setelah
resign dari tempatnya bekerja, penulis memutuskan untuk melakukan perjalanannya. Being lost is the best way to find yourself. Penulis menikmati
setiap kenangan untuk menjadi diri sendiri, melepas segala ego tanpa ada yang
menginterupsi.
Selama
melakukan perjalanannya penulis menyadari bahwa para travelers seperti berada
di frekuensi yang sama. Saat bertemu, mereka saling menyelami, melengkapi dan
berbagi. Berangkat berkelana dengan membawa aneka persoalan, keresahan,
kegundahan, sedang menuju sebuah destinasi yang mereka sendiri tidak tahu.
Semua
itu terbukti kala ia bergabung dengan komunitas traveler dunia dan pergi ke
Thailand. Seorang teman bernama Pop menawarkan bantuan untuk dirinya. Penulis
ditampung dirumah Pop yang ternyata seorang artis terkenal di Thailand. Ia juga
pernah mendapatkan kebaikan dari Pieotro dan laki-laki Libya kala di China. Bertemu
dengan laki-laki tua yang mau bersusah payah membantunya mencari tiket di bawah
dinginya kota Guangzhou. Bermaksud untuk membalas kebaikan para teman-teman
traveler-nya, akhirnya, penulis berbalik memberikan bantuan dengan menawarkan
rumahnya untuk menjadi tempat tinggal sementara para traveler kala mereka singgah
di Solo. Sven, pemuda traveler berkebangsaan Swiss bahkan sudah menjadi bagain
dari keluarganya.
Namun
tidak semua hal yang berhubungan dengan dunia traveling menyenangkan. Penulis
bahkan pernah mendapatkan perlakuan buruk kala ia berada di Bali, Kuala Lumpur
dan juga Bangkok yang keseluruhannya hanya karena satu sebab. Warna kulit.
Pun,
tidak semua para traveler memiliki sikap baik. Ada juga traveler yang terus
mengomel sepanjang hari, mengeluh bahkan marah-marah soal makanan dan membuat
penulis jengkel. Namun, pertemuannya dengan para traveler dunia membuatnya kaya
akan pelajaran hidup. Ia memperkaya hatinya dengan banyak pelajaran berharga
dari setiap perjalanan yang ia lakukan.
Karena
dari perjalanan itulah, penulis menemukan banyak cerita, teman, saudara,
keluarga baru juga bahwa “betapa kayanya dunia ini.” Karena traveling bukan
melulu soal bertamasya atau piknik namun tentang proses memperkaya hati.
***
Membaca
buku ini membuat saya berulang kali bercermin. Terlebih pada bab The Saint #1
ketika penulis bertemu dengan orang Libya yang diingatkan bahwa : “Di mana pun, dalam kondisi apa pun, jangan
melupakan Allah.” Saya seolah ditampar beberapa kali. Saya seolah
diingatkan. Buru-buru waktu itu saya tutup buku saya dan melirik jam dinding.
Sudah masuk waktu sholat ashar. Segera saja saya ambil air wudhu. Ohh….betapa
terimakasihnya saya akan buku ini (terlebih penulisnya) karena secara tidak
langsung saya juga disadarkan bahwa kita tidak boleh melupakan Allah.
Saya
suka bagaimana penulis menuliskan pengalaman travelingnya dibuku ini. Bahwa
memang tidak semua pengalaman indah di awal, tetapi bahkan dari peristiwa sedih
pun penulis mendapatkan “indah”-nya di akhir cerita yang ia bagi kepada para
pembaca.
Saya
selalu suka jika ada orang menuliskan sebuah pengalaman hidupnya yang berharga
untuk ia bagi dan ia ceritakan kepada semua orang. Bukan untuk maksud
menyombongkan diri atau apa namun untuk menjadi inspirasi bagi setiap orang.
Yang bahkan kalau perlu bisa bermanfaat bagi orang yang yang mendengarkan /
membacanya. Because experience is the
best teacher.
Membaca
pengalaman kak Ariy yang bertemu banyak orang dan bisa berteman dengan mereka
dengan begitu mudahnya membuat saya iri. Saya termasuk orang yang sulit memulai
sebuah pembicaraan dan cenderung pendiam juga pemalu. Padahal sebenarnya dalam
hati saya, saya juga ingin berteman dengan banyak orang. Terbuka dengan mereka,
bisa bercakap tentang banyak hal.
Saya pernah membaca
sebuah kalimat yang sangat saya suka : “Yang
paling menyenangkan dalam sebuah perjalanan adalah menemukan diri kita sendiri.”
Benar
bukan?
0 komentar:
Posting Komentar