[Review] Nomadic Heart

on Kamis, 25 Juni 2015


Judul : Nomadic Heart
Nama Penulis : Ariy
Penyunting : Ikhdah Henny
Perancang Sampul : Yellow-p
Pemeriksa Aksara : Septi W.S & Tristanti
Penata Aksara : Adfina Fahd
Foto Isi : koleksi pribadi penulis
Penerbit : B first
Tanggal Terbit : Februari 2013
Edisi : Cetakan Pertama
ISBN : 978-602-8864-72-5
Rating : 4 dari 5 bintang

“Traveling adalah aktivitas spiritual tersakral manusia setelah agama. Traveling adalah sarana berkontemplasi banyak hati dalam mencari jati diri, mencari jawab atas banyak pertanyaan hidup.” –hlm. xi
Setelah resign dari tempatnya bekerja, penulis memutuskan untuk  melakukan perjalanannya. Being lost is the best way to find yourself. Penulis menikmati setiap kenangan untuk menjadi diri sendiri, melepas segala ego tanpa ada yang menginterupsi.

Selama melakukan perjalanannya penulis menyadari bahwa para travelers seperti berada di frekuensi yang sama. Saat bertemu, mereka saling menyelami, melengkapi dan berbagi. Berangkat berkelana dengan membawa aneka persoalan, keresahan, kegundahan, sedang menuju sebuah destinasi yang mereka sendiri tidak tahu.

Semua itu terbukti kala ia bergabung dengan komunitas traveler dunia dan pergi ke Thailand. Seorang teman bernama Pop menawarkan bantuan untuk dirinya. Penulis ditampung dirumah Pop yang ternyata seorang artis terkenal di Thailand. Ia juga pernah mendapatkan kebaikan dari Pieotro dan laki-laki Libya kala di China. Bertemu dengan laki-laki tua yang mau bersusah payah membantunya mencari tiket di bawah dinginya kota Guangzhou. Bermaksud untuk membalas kebaikan para teman-teman traveler-nya, akhirnya, penulis berbalik memberikan bantuan dengan menawarkan rumahnya untuk menjadi tempat tinggal sementara para traveler kala mereka singgah di Solo. Sven, pemuda traveler berkebangsaan Swiss bahkan sudah menjadi bagain dari keluarganya.

Namun tidak semua hal yang berhubungan dengan dunia traveling menyenangkan. Penulis bahkan pernah mendapatkan perlakuan buruk kala ia berada di Bali, Kuala Lumpur dan juga Bangkok yang keseluruhannya hanya karena satu sebab. Warna kulit.

Pun, tidak semua para traveler memiliki sikap baik. Ada juga traveler yang terus mengomel sepanjang hari, mengeluh bahkan marah-marah soal makanan dan membuat penulis jengkel. Namun, pertemuannya dengan para traveler dunia membuatnya kaya akan pelajaran hidup. Ia memperkaya hatinya dengan banyak pelajaran berharga dari setiap perjalanan yang ia lakukan.

Karena dari perjalanan itulah, penulis menemukan banyak cerita, teman, saudara, keluarga baru juga bahwa “betapa kayanya dunia ini.” Karena traveling bukan melulu soal bertamasya atau piknik namun tentang proses memperkaya hati.
***
Membaca buku ini membuat saya berulang kali bercermin. Terlebih pada bab The Saint #1 ketika penulis bertemu dengan orang Libya yang diingatkan bahwa : “Di mana pun, dalam kondisi apa pun, jangan melupakan Allah.” Saya seolah ditampar beberapa kali. Saya seolah diingatkan. Buru-buru waktu itu saya tutup buku saya dan melirik jam dinding. Sudah masuk waktu sholat ashar. Segera saja saya ambil air wudhu. Ohh….betapa terimakasihnya saya akan buku ini (terlebih penulisnya) karena secara tidak langsung saya juga disadarkan bahwa kita tidak boleh melupakan Allah.

Saya suka bagaimana penulis menuliskan pengalaman travelingnya dibuku ini. Bahwa memang tidak semua pengalaman indah di awal, tetapi bahkan dari peristiwa sedih pun penulis mendapatkan “indah”-nya di akhir cerita yang ia bagi kepada para pembaca.

Saya selalu suka jika ada orang menuliskan sebuah pengalaman hidupnya yang berharga untuk ia bagi dan ia ceritakan kepada semua orang. Bukan untuk maksud menyombongkan diri atau apa namun untuk menjadi inspirasi bagi setiap orang. Yang bahkan kalau perlu bisa bermanfaat bagi orang yang yang mendengarkan / membacanya. Because experience is the best teacher.

Membaca pengalaman kak Ariy yang bertemu banyak orang dan bisa berteman dengan mereka dengan begitu mudahnya membuat saya iri. Saya termasuk orang yang sulit memulai sebuah pembicaraan dan cenderung pendiam juga pemalu. Padahal sebenarnya dalam hati saya, saya juga ingin berteman dengan banyak orang. Terbuka dengan mereka, bisa bercakap tentang banyak hal.

Saya pernah membaca sebuah kalimat yang sangat saya suka : “Yang paling menyenangkan dalam sebuah perjalanan adalah menemukan diri kita sendiri.” Benar bukan?

0 komentar:

Posting Komentar