Judul : People Like US
Nama Penulis : Yosephine Monica
Penyunting : Tia Widiana
Proofreader : Dini Novita Sari
Design Cover : Angelina Setiani
Penerbit : Haru
Tanggal Terbit : Juni 2014
Edisi : Cetakan Pertama
Jumlah hal.: 330 hlm
ISBN : 978-602-7742-35-2
Rating : 3,8 dari 5 bintang
Akan
kuceritakan sebuah kisah untukmu.
Tentang
Amy, gadis yang tak punya banyak pilihan banyak hidupnya.
Serta
Ben, pemuda yang selalu dihantui masa lalu.
Sepanjang
cerita ini, kau akan dibawa mengunjungi potongan-potongan kehidupan mereka.
Tentang
impian mereka,
Tentang
cinta pertama,
Tentang
persahabatan,
Tentang
keluarga,
Juga
tentang…kehilangan.
Mereka
akan melalui petualangan-petualangan kecil, sebelum salah satu dari mereka
harus mengucapkan selamat tinggal.
Mungkin,
kau sudah tahu bagaimana cerita ini akan tamat.
Aku
tidak peduli.
Aku
hanya berharap kau membacanya sampai halaman terakhir.
Kalau
begitu, kita mulai dari mana?
***
“Ketika
kau tidak bisa mengingat seseorang—seseorang yang menganggapmu sangat penting,
apa yang seharusnya kau rasakan? Apa yang akan kau lakukan?” –hlm.
50
Amelia
Collins adalah gadis biasa yang tidak pernah bersinar di sekolahnya. Tidak
tinggi, tidak juga pendek ; standar. Tidak gendut, tidak juga kurus ; standar.
Matanya tidak sipit, tidak juga bulat ; standar. Kau bisa bayangkan betapa
normalnya dia. Dan hanya ada dua hal yang membuatnya dikenal banyak orang.
Pertama,
tentang Amy yang suka menulis.
Kedua,
tentang Amy yang menyukai Benjamin Miller.
Ben
adalah cinta pertama Amy. Mereka bertemu saat anak lelaki itu mendaftar di high
school yang sama dengannya. Namun, sayangnya, Ben sendiri tak mengenal Amy sama
sekali. Ia malah menjauhi gadis itu dan segala sesuatu tentangnya, menatap Amy
seperti virus mematikan yang tidak boleh didekati. Bahkan ada sebuah ide yang
sekilas melintas di otaknya : harapan agar Amelia Collins lebih baik pergi,
menghilang, atau—yang lebih ekstrem—tidak pernah ada di dunia ini.
Ketika
akhirnya, ide itu menjadi kenyataan, alam seolah mempertemukan mereka berdua
kembali. Untuk saling menemani, memahami, dan mewujudkan mimpi mereka yang sama.
“Kuberitahu
padamu, mudah dan sulit itu relatif. Hidup takkan sesulit itu jika kau
melakukannya dengan sepenuh hati. Dan mati itu tidak akan gampang jika kau tahu
kau punya sesuatu yang layak dipertahankan dalam hidup.”
–hlm. 164
***
Ketika
sudah mengetahui ending dari sebuah cerita, apa yang akan kamu lakukan? Tetap
melangkah sampai akhir, atau berhenti saja—toh, sudah tahu akhirnya akan
seperti ini?
Membaca
People Like Us, saya sudah tahu kemana akhir ini akan membawa para pembacanya.
Menurut saya penulis memang sengaja membocorkan detail-detail penting yang
seharusnya ia sembunyikan untuk membuat kejutan, malah ia letakkan di depan
sendiri. Karena saya tahu, penulis ingin menyuguhkan proses dari cerita ini.
Bukan ending-nya.
Saya
memang sempat terkejut dengan cara Yosephine menyuguhkan alur dari kisah Ben
dan Amy ini. Pertanyaan seperti, “Kenapa sih dibongkar diawal? Kenapa nggak
jadi kejutan di akhir saja?” sempat memenuhi benak saya. Namun saya tahu,
inilah perbedaan serta kelebihan yang ingin ditunjukkan Yosephine kepada para
pembacanya.
Membaca
People Like Us ini kita seperti diajak bernostalgia bersama masa-masa
menyenangkan di SMA. Tentang cinta pertama, tentang sahabat, tentang impian.Yosephine
mampu mengolah cerita yang biasa ini menjadi luar biasa.
Cerita
ini memang mengalir ada adanya, yang saya sayangkan hanyalah beberapa konflik
yang coba disuguhkan penulis sama sekali tidak terasa tajam bagi saya. Kesannya
flat—datar dan nggak berasa.
Saat
membaca kisah Ben dan Amy ini, kita seperti didongengi. Oleh siapa? Coba tebak
sendiri ya! #haha. People Like Us tidak hanya bercerita tentang tokoh utama
perempuan saja—Amy—tapi juga pada tim yang berlawanan—Ben. Potongan-potongan
cerita tentang memori masa lalu Ben. Tentang apa yang dicintainya, apa saja
mimpi-mimpinya, dan apa yang telah direnggut darinya.
Aku punya buku ini lho, nggak inget apa hasil beli atau hasil buntelan gitu, baru banget dikit baca udah ganti bacaan lagi. Bukan karena nggak bagus, tapi ya mungkin waktu itu aku lagi khilaf nggak nyelesaiin baca ini #durhakaye.
BalasHapusUdah banyak baca reviewnya sih, tapi kupikir aku bakal baca, tapi nanti xP Ah, salahku sih, ya.
Btw, kakak ikut IRRC 2015 kan? Hayu, jangan lupa wrap-up post-nya *ini komentar paling minta dibacok*