[Review] Café Waiting Love

on Selasa, 19 Januari 2016



Judul : Cafe Waiting Love
Penulis : Giddens Ko
Penerjemah : Julianti
Penyunting : Arumdyah Tyasayu
Proofreader : Selsa Chintya
Cover : Bambang 'Bambi' Gunawan
Penerbit : Haru
Tanggal Terbit : Januari 2015
Edisi : Cetakan Pertama
ISBN : 978-602-7742-70-3
Tebal : 404 halaman
Rating :  4,7 dari 5 bintang

Dalam hidup ini, ada berapa kali saat di mana jantung berdegup dengan kencang, dan kata-kata tidak sanggup terucap?
Aku belum pernah berpacaran, tapi aku tahu bahwa seseorang yang percaya pada cinta, seharusnya menghargai momen setiap kali jantungnya berdebar, kemudian dengan berani mengejar kali berikutnya, kali berikutnya, dan kali  berikutnya lagi.
Di dalam sebuah cafe kecil, setiap orang sedang menunggu seseorang.

***

"Di dalam sebuah buku setidaknya harus ada sebuah kisah yang terjalin. Jika ingin laku, cerita itu sebaiknya menyangkut percintaan. Memberitahu orang tentang apa itu cinta, bagaimana cara mencintai, bagaimana cara untuk dicintai, atau mengupas apa yang dikatakan sebagai kebahagiaan yang sebenarnya. Mengajarkan bahwa bersandar pada gunung, gunung bisa runtuh; bersandar pada orang, orang akan menjadi tua; untuk mendapatkan kebahagiaan, yang terbaik tetaplah mengandalkan diri sendiri." -hlm. 6

Dalam kisah ini kamu akan bertemu dengan Siying. Seorang gadis yang memiliki rasa keadilan tinggi dan sangat berani. 'Si' yang berarti rindu,  dan 'Ying' yang berarti kunang-kunang. Siying bekerja paruh waktu di sebuah cafe yang memiliki nama romantis, Waiting Love. Di Waiting Love ada Albus dan Nyonya Bos.

Albus adalah teman lesbian yang menjadi barista dan memiliki kemampuan khusus dalam meracik kopi. Sementara Nyonya Bos adalah wanita muda yang selalu menyeduh dua gelas kopi yang ia namai 'Racikan Spesial Nyonya Bos' setiap harinya.

Seperti Nyonya Bos yang sedang menunggu 'seseorangnya' begitu pula dengan Siying yang setia menunggu Kenya-nya dan sering dibuat patah hati karenanya.

Kenya adalah sebuah nama dari kopi yang sering dipesan oleh pemuda bernama Zeyu. Pemuda yang terlibat percakapan pendek dengan Siying yang membuat gadis itu jatuh cinta pada pandangan pertama.

Namun kisah ini belum dimulai. Kisah ini baru dimulai ketika seorang pemuda berusia 22 tahun yang memiliki senyuman tulus dan merupakan sosok yang sangat pemalu sampai nyaris tidak memiliki emosi muncul. Dia, A Tou.

Kemudian, dimulai dari sebuah salah paham dan segelas kopi moka hangat, Siying mulai mengenal A Tou.

"Zeyu bagaikan berlian yang menyilaukan mata, yang tampak seperti impian yang ingin dicapai oleh setiap orang. Tapi yang membuat berlian itu begitu berkilau adalah usaha dari banyak ahli yang mengukir dan membuatnya mengeluarkan sinarnya.
A Tou walaupun tidak mewah, tetapi bukanlah batu giok yang tenggelam di dasar sungai yang menunggu untuk digali, melainkan pohon yang menjulang tinggi. Orang yang menundukkan kepalanya untuk mencari harta karun, seumur hidupnya tidak akan pernah melihatnya, kecuali jika dia menengadahkan kepalanya." -hlm. 223

***

Book in the month untuk bulan Januari ini akan saya sematkan untuk Cafe Waiting Love. Buku yang wajib dan harus ada di daftar bacamu. Ada banyak alasan kenapa saya sangat menyukai buku ini dan merekomendasikannya untukmu. Namun, alasan utamanya adalah A Tou. Kamu tidak akan menjumpai karakter tokoh pria yang tampan, mempesona, cerdas ataupun kaya seperti yang  digambarkan pada novel kebanyakan. Sebaliknya kamu akan menemukan dunia yang berbeda bersama A Tou.

Kamu akan diajak jalan-jalan oleh A Tou ke tempat yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Melakukan hal-hal aneh, gila dan menyenangkan serta mengunjungi orang-orang eksentrik yang mengagumkan. Siapa yang bisa tahu kalau di lantai atas sebuah penatu ada seorang bibi yang bisa memasak hidangan sehebat hidangan restoran bintang lima?
Siapa yang tahu kalau A Tou-pemuda polos dan sabar itu berteman dengan seorang gengster yang sering membacok orang dan tinggal di apartemen mewah namun selalu merasa kesepian dan membutuhkan teman? Hanya A Tou-lah yang tahu hal-hal tersebut.

Dalam novel ini penulis bercerita menggunakan sudut pandang Siying. Namun, objek yang diceritakan adalah A Tou. Seolah penulis ingin menunjukkan dan memperkenalkan seorang A Tou melalui sudut pandang orang lain.

Saya sangat suka bagaimana penulis menggambarkan karakter A Tou. Pemuda yang sabar, polos, ceria dan sangat bersahabat ini. Ketika membaca novel ini saya merasa A Tou benar-benar hidup dan duduk di samping saya :D Sebentar saja membaca kisah ini, Giddens Ko telah membawa saya memasuki dunia yang penuh kegembiraan melalui sosok A Tou.

"Berlian butuh diukir dan diasah baru bisa bisa menjadi berkilauan, tetapi A Tou dapat menjadi hebat dengan sendirinya."-hlm. 243

Dalam buku ini saya bertemu macam-macam orang dengan sebutan yang aneh-aneh. Misalnya: Raja Sembarang Pesan-salah satu pelanggan di cafe Waiting Love yang selalu memesan kopi dengan nama sembarangan, Bibi Pisau Emas dan Paman Pisau Emas-pemilik penatu, Master Seni Keajaiban Tubuh-seorang pemuda yang bisa melakukan sulap dengan tubuhnya.

Kisah cinta yang dihadirkan dalam novel ini juga bukan jenis cinta yang menye-menye ala anak SMA pada umumnya. Siying yang selalu  dibuat patah hati oleh Zeyu yang sering gonta-ganti pacar pun terlihat terbiasa dengan kebiasaan itu. Malahan ia selalu memberi nilai pada pacar baru Zeyu. Perasaan sukanya pada Zeyu ia jadikan semangat untuk bisa berkuliah di tempat yang sama dengan Zeyu. Berharap suatu saat nanti Zeyu benar-benar 'melihatnya'. Dalam buku inipun kalian bakal menemukan alasan kenapa Zeyu sering bergonta-ganti pacar.

Giddens Ko berhasil menghadirkan adegan yang manis, sedih, menegangkan juga yang bisa membuat saya tertawa. Terutama ketika Siying mencoba menganalogikan dirinya dengan sebuah minuman.

Twist kecil yang dihadirkan oleh penulis dalam buku ini membuat saya menyukainya. Twist tersebut menjadi warna yang berbeda untuk kisah ini. Meskipun pada pertengahan cerita kehidupan Siying di cafe Waiting Love sedikit tenggelam, namun hal itu tak mengurangi kualitas dari novel ini. Saya benar-benar menyukai gaya bercerita Giddens Ko. Dan tidak penutup kemungkinan kalau saya akan menunggu setiap karya-karyanya.

Selain kisah hidup yang syarat akan makna, dalam buku ini kalian juga akan banyak dibuat tertawa juga. Scene yang sangat saya nikmati dari novel ini adalah ketika Siying dilanda dilema dengan kehadiran Baijia dalam kehidupan persahabatannya dengan A Tou. Saya menikmati hal dimana pikiran Siying seolah kacau dan berantakan. Bagaimana ia malah memasukkan kulit kuaci yang baru saya dimakan Albus ke dalam mesin penggiling kopi dan menyajikan hasilnya untuk Raja Sembarang Pesan.

Perjalanan hidup Siying, A Tou, Zeyu, Nyonya Bos dan orang-orang disekitarnya berawal dari cafe Waiting Love. Kalau Siying tidak membela A Tou di cafe itu, mungkin ia tidak akan pernah mengenal A Tou dan dunia-nya. Kalau ia tidak terlibat percakapan pendek dengan Zeyu yang membuatnya malu, mungkin ia tidak akan mengenal yang namanya cinta. Kalau ia tidak bekerja di cafe Waiting Love dan bertemu dengan Nyonya Bos, mungkin ia tidak akan mengerti arti dari menunggu 'seseorang'.

Setelah menutup buku ini satu hal yang saya pikirkan. 'Buku ini harus dibaca oleh banyak orang'. Karena kehidupan di cafe Waiting Love ini sangat sayang untuk dilewatkan. Dan saya yakin kalian akan menikmatinya. Seperti saya.

Yang terakhir, bersiaplah untuk jatuh cinta!

1 komentar:

  1. 4,7 dari 5 bintang? hoho~ sebandinglah, ceritanya memang bagus kok :)
    .
    " Dan saya yakin kalian akan menikmatinya. Seperti saya".
    *Tosss! karena aku juga sangat menikmati novel ini :)
    .
    Aku baru selesai baca. Kerenlah, jarang2 ada tokoh utama yg nyeritain tokoh pendukung cerita. Berasa aku yg jadi Si Ying :D apalagi pas bagian interaksi sama Abang Bao, aku ikutan tegang juga.
    .
    Menurut aku, adanya footnote di novel ini ngebantu banget buat ngimbangin/ngejelasin nama-nama aneh yg serin g di mention *lah, emang itu fungsinya kan? Jujur kalo ga ada footnote aku pasti garuk2 ketombe :D

    BalasHapus