[Review] Apartemen Berhantu

on Kamis, 28 Mei 2015


Judul : Apartemen Berhantu
Nama Penulis : Rettania
Editor : Ry Azzura & Syafial Rustama
Proofreader : Funy D.R.W
Desain Cover & Layout : Gita Mariana
Ilustrasi Sampul : Rudiyanto
Penerbit : Bukune
Tanggal Terbit : Agustus 2014
Edisi : Cetakan Pertama
ISBN : 978-602-220-134-9
Rating : 3 dari 5 bintang

Luna tidak suka dengan unit apartemen tempat tinggal barunya; jauh dari sekolah, sempit, sepi, dan… digosipkan berhantu. Awalnya, Luna tidak percaya sampai sekelebat penampakan putih yang seram itu terus menerus muncul di kamarnya—seperti hendak menyampaikan sesuatu.

Rahasia apa yang tersembunyi di sana?
Dan kenapa sang Ibu seperti ikut menutup-nutupi?
Lana harus menemukan jawabannya, sebelum semua terlambat….

***

“Pernahkah kau suatu hari berpikir bahwa keluargamu, orang-orang terdekatmu, ternyata bukan yang kau kenal selama ini?” –hlm. 79

Luna tidak pernah merasa nyaman semenjak kepindahannya ke apartemen budget yang berada di pinggiran kota Jakarta. Banyak desas-desus yang mengatakan apartemen itu berhantu. Untuk membuktikan kebenaran itu, ia menyempatkan dirinya meng-googling tentang apartemen itu dan menemukan fakta bahwa apartemen itu memang berhantu. Banyak situs dan forum internet yang menuliskan bahwa apartemen itu dibangun diatas tanah pemakaman. Banyak juga yang menuliskan kejadian-kejadian tragis yang pernah terjadi di apartemen tersebut.

Keanehan demi keanehan pun kadang ia alami. Seperti saat ia merasa bahwa sistem pendingin di lift terlalu dingin hingga tengah malam ia mendengar suara aneh dari lantai atas apartemennya. Ia mengira suara itu adalah suara seseorang yang sedang galau memindahkan furniture di apartemennya, namun ia merasa ragu ketika suara itu kembali terdengar keesokan malamnya.

Perubahan sifat ibunya pun menjadi pelengkap kegalauan hatinya tentang apartemen berhantu itu. Ibunya yang tidak pernah membiarkan rambutnya tergerai, suatu hari malah menggerai rambutnya. Lalu sikap ibunya yang mendadak menyuruhnya untuk melakukan sesuatu sendiri karena alasan sudah besar pun makin menguatkan argumentnya bahwa ibunya tengah diganggu oleh makhluk penunggu apartemen.

“Kadang beban hidup yang terlalu berat bisa menguasai pikiran seseorang dan membuatnya bertindak ‘tidak biasa’. Tapi, Bunda? Aku tidak ingin percaya. Bunda selalu kuat. Kalaupun belakangan Bunda agak aneh…” –hlm. 70

***

Ini pertama kalinya saya membaca novel horror semenjak saya memegang novel. Entahlah…saya selalu menghindari genre yang satu ini. Mungkin karena pada dasarnya saya penakut. Tapi..entah kenapa, setelah melihat novel ini, saya tertantang untuk membacanya. Hitung-hitung buku ini bisa menjadi terapi saya dalam menghadapi ketakutan saya membaca genre horror. Dan hasilnya…GOTCHA, saya akhirnya berhasil menyelesaikan novel ini.

Bicara soal apartemen berhantu, saya juga pernah merasakan hal yang sama. Namun lebih tepatnya Kost-kosan berhantu. Dan ngomong-ngomong saya tidak ingin menceritakannya lagi (Pengalaman saya waktu itu cukup menyeramkan >_<) Saya menyukai penggunaaan bahasa penulisnya yang mengalir, ringan dan mudah dipahami. Alur ceritanya pun to the point, mungkin ini karena pengaruh halamannya juga yang saya rasa terlalu tipis. Karakter Luna dalam novel ini yang selalu dibayangi rasa takut digambarkan cukup jelas meskipun saya sendiri merasa karakternya kurang hidup. Entahlah…saya merasa kurang bisa masuk kedalam cerita padahal penulis menggunakan sudut pandang orang pertama dalam menceritakannya.

Ide ceritanya memang mainstream, tapi saya malah nggak merasa bosan. Saya malah dibuat penasaran tentang ‘kejutan apa lagi yang akan disajikan penulis’ di halaman berikutnya. Puzzle-puzzle yang ditebarkan penulis di tiap babnya membuat saya harus memeras otak mencoba menebak apa sebenarnya yang terjadi. Nice. Ini satu hal yang membuat saya menyukai novel dengan genre horror (kecuali jika para hantunya muncul >-<) : bahwa kita akan diajak bermain teka-teki dan menebak-nebak apa yang sebenarnya terjadi atau bagaimana ending dari ceritanya.

Ini novel bergenre horror, namun saya kok malah nggak bisa merasakan ketegangan seperti saat menonton film horror ya? Entah kenapa setiap kali hantu-nya muncul atau ketika Luna merasakan ketakutan, saya sama sekali nggak bisa merasakan hal itu juga. Saya merasa eksekusi waktu hantunya muncul kurang nendang.

Hal lain yang sangat saya sukai adalah detail setting-nya yang diperhatikan dan dieksplor dengan sangat baik. Seperti misalnya deskripsi tentang apartemennya sendiri. Karena menurut saya hal-hal seperti detail setting biasanya kurang terlalu diperhatikan, jadi sewaktu membaca novel ini, ada kesenangan tersendiri.

Halaman dari novel ini tergolong tipis ya, cuma 124, jadi novel ini asyik banget dibaca dalam sekali duduk. Begitu masuk ending-nya, saya merasa ada yang kurang. Saya merasa ending-nya harusnya nggak gitu. Oke, maksud saya, iya misteri terselubung tentang apartemen dan perubahan sikap ibunya itu memang sudah terpecahkan, namun misteri akan tombol lift 18 yang tiba-tiba menyala sendiri dan suara krekk…krekk…diatas apartemen-nya belum dipecahkan. Kesannya jadi kurang dan belum tuntas. But, it’s okay. Saya sudah merasa terhibur karena akhirnya ‘dia muncul juga’ :D

Covernya…I like it, really. Dibandingkan dengan memasang wajah para hantu-nya untuk menjadi cover dari novel-nya, saya lebih menyukai cover seperti novel ini. Lebih mencerminkan isi dari ceritanya sendiri. At least…siapkah kalian berpetualang bersama Luna untuk menghadapi apartemen barunya?

[Review] Ally – All These Lives

on Senin, 25 Mei 2015


Judul : Ally – All These Lives
Nama Penulis : Arleen A
Editor : Dini Novita Sari
Desain Sampul : Iwan Mangopang
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tanggal Terbit : 2014
Edisi : Cetakan Pertama
Jumlah hal.: 264 halaman
ISBN : 978-602-03-0884-5
Rating : 4 dari 5 bintang

“Kau bisa bayangkan orang seperti ini akan hidup dari koper. Untuk apa ia membereskan bajunya ke dalam lemari? Ia tidak akan pernah punya kesempatan untuk berakar di suatu tempat. Setiap kali ia mulai menganggap sebuah tempat sebagai rumah, ia bisa saja harus pindah lagi. Jika kau berada di posisi seperti ini, apakah kau akan menanam bunga atau pohon di kebun belakangmu? Apakah kau masih akan ada di sana ketika bunganya mekar atau buahnya matang?” –hlm. 49

Alison Lancaster tidak pernah menyangka bahwa dirinya akan mengalami hal istimewa sepanjang hidupnya. Ia tidak pernah tahu sampai ketika umurnya 10 tahun, ia mengamai Saat Ketidakberadaan itu untuk pertama kalinya. Sensasi menggelitik bagai kesemutan ditangan atau kakinya adalah tanda bahwa Saat Ketidakberadaan-nya itu muncul. Lalu dengan cepat semuanya akan menghilang, apapun yang ada disekitarnya akan menghilang. Bahkan saat itu ia tidak tahu apakah ia sedang duduk, tidur ataupun berdiri. Hal itu terjadi dalam sepersekian detik. Awalnya ia merasa itu hal biasa. Namun Saat Ketidakberadaan itu malah menghadirkan orang-orang yang tidak ia kenal dalam hidupnya dan menghilangkan orang-orang yang ia kenal dalam hidupnya, ia tahu bahwa hidupnya akan lebih rumit dari yang ia bayangkan.

Alison Lancaster juga tidak pernah menyangka bahwa ada kehidupan yang lain yang ditempati Ally-Ally yang lain pula. Kerap kali Saat Ketidakberadaan menelannya, ia mendapati dirinya ditempatkan dalam kehidupan Ally yang lain. Yang bukan miliknya, namun seolah miliknya. Ia berusaha menyesuaikan diri dengan keadaannya, namun perasaan lelah selalu saja meliputinya. Terkadang ia merasa bahwa dirinya adalah seorang asing yang sedang berpura-pura menjadi bagian dari sebuah keluarga dikehidupan barunya, seorang asing yang sedang menyamar menjadi anak perempuan di keluarga itu.

Lalu, siapkah dirimu berpetualang dengan kehidupan Ally yang tidak biasa ini?

“Apakah hati manusia bisa dibayangkan seperti sebuah lemari buku dengan banyak rak dan bilik-bilik di dalamnya? Beberapa orang mungkin lebih beruntung karena memiliki hati atau lemari yang besar dengan banyak rak dan bilik-bilik di dalamnya? Lalu bagaimana bila hati seseorang terlalu kecil? Apakah didalamnya hanya ada satu bilik yang ditempati oleh dirinya sendiri?” –hlm. 67

Awal saya membaca buku ini adalah saat saya menjadi Fist Chapters Commentator bab 1 dan 2 dari novel ini. Saat itulah saya tahu bahwa novel ini akan memberikan warna baru di tahun 2015.

Novel ini menyajikan cerita yang berbeda. Tentang parallel universe dan teori dunia banyak. Bahwa tidak hanya Ally saja yang hidup di kehidupannya yang ini, namun ada banyak lagi Ally-Ally yang lain yang hidup di kehidupan yang lain. Dan disinilah, ia bisa bertukar tempat dengan Ally yang lain meskipun ia tidak ingin. Karena Saat Ketidakberadaan itu selalu datang tiba-tiba tanpa ada yang bisa mencegahnya.

Ya, penulis semacam menyajikan potongan puzzle-puzzle dalam cerita yang tidak mudah ditebak. Dan kita hanya bisa melihat gambaran akhirnya kalau sudah sampai halaman terakhir. Berkali-kalipun saya memaksakan diri untuk menebak seperti 'kejadian apa sih yang sebenarnya menimpa Ally saat keberadaannya telah mengambil semua darinya?' 'Kenapa ia tidak bisa mengingat waktu yang hanya beberapa detik menelannya itu dan merubah semuanya?' Ya, pikiran semacam itu masih berkelebat di dalam pikiran saya.

Meskipun sedetik, rupanya waktu mampu mengubah segalanya ya.

Awal bab yang sudah diisi dengan kejutan manis oleh penulisnya itu membuat saya tidak bosan untuk melanjutkan ke bab selanjutnya. Dan di bab kedua, lagi-lagi penulis membuat kejutan. Menurut saya, isi ceritanya langsung to the point dan saya suka. Maksudnya awal bab sudah di gambarkan point dari ceritanya, yaitu ketika Ally sama sekali tidak mengingat kejadian beberapa tahun sebelumnya ketika ketidakberadaan menelannya. Konflik-konfliknya juga sudah terasa di bab-bab awal.

Alurnya terlalu cepat, namun tidak terkesan mendadak atau dipaksakan. Semuanya runtut dan terasa memang porsi yang seharusnya memang dibuat seperti itu. Agak sebal juga sih ketika saya masih menikmati hidup Ally yang ini, tiba-tiba penulis sudah menyajikan konflik yang baru dan menempatkan Ally di kehidupan yang lain.

Setiap kali membalikkan halaman demi halaman saya selalu diliputi perasaan khawatir, gelisah sekaligus deg-degan, berharap penulis tidak menyajikan kejutan manis baru dalam cerita ini. Entah kenapa saya merasa seperti Ally yang selalu diliputi perasaan takut dengan kemungkinan-kemungkinan kapan Saat Ketidakberadaan itu datang.

Ketika akhirnya Saat Ketidakberadaan itu merenggut orang-orang yang dicintainya, hati saya rasanya juga remuk redam. Ahh…penulis ternyata sudah mampu memporak-porandakan emosi saya. It’s Great!

Saya suka pemilihan gaya bahasa yang enak dibaca dan dimengerti. Ringan dan tidak berat. Namun saya tahu model bahasanya lebih condong ke barat / seperti novel terjemahan meskipun tidak terlalu kentara.

Riset yang dilakukan penulis tentang teori dunia banyak yang dikemukakan pertama kali oleh Hugh Everett III (1930-1982) dan beberapa latar tempat seperti Kulanthpitha dan Cluck U juga patut diacungi jempol.

Untuk covernya. Awalnya aneh menurut saya. Tapi begitu selesai membaca novel ini, saya tahu kalau covernya sudah mewakili isi dari novelnya sendiri. Mungkin (ini hanya menurut saya) gambar 3 spot yang berbeda itu menggambarkan saat Ally mengalami Saat Ketidakberadaan-nya tadi.

Dari sederet hal yang menarik, poin-poin yang paling bisa saya petik dari “Ally—All These Lives” pastinya ada pada permainan sifat penokohannya, latarnya yang luar biasa menginspirasi dan ide dari ceritanya sendiri : sebuah peristiwa yang absurd yang sulit diuraikan dengan logika.


[Review] Best of Singapura

on Jumat, 22 Mei 2015
Judul : Best of Singapura
Nama Penulis : Ninda Harahap
Penerbit : PT Elex Media Komputindo
Tanggal Terbit : November 2014
Edisi : Cetakan Kedua
Jumlah hal.: ix+214 halaman
ISBN : 978-602-02-3116-7
Rating : 3 dari 5 bintang

Singapura! Rasa-rasanya nama negara mungil ini sudah dikenal oleh hampir semua orang di tanah air. Kecil, mungil, bersih, teratur, nyaman, begitu rata-rata kesan pelancong yang pernah berkunjung ke sana. Walaupun kecil, Singapura tidak henti-hentinya menjadi tempat yang dilirik dan dikunjungi pelancong sepanjang tahun.

Banyak faktor yang menjadikan Singapura sebagai tempat utama tujuan wisata para pelancong baik dari Asia, Eropa, dan belahan bumi lainnya. Beragam objek wisata menarik tersebar dipulau ini. Selain itu, keadaan Negara yang stabil, tidak adanya pertikaian politik juga menjadi faktor pendukung. Salah satu ciri khas Singapura adalah membangun sesuatu yang berbeda dari negara-negara lain, sehingga membuat orang penasaran untuk berkunjung.

Landmark paling terkenal di Singapura adalah patung Merlion. Patung berkepala singa dan berbadan ikan yang menggambarkan bahwa Singapura adalah kota nelayan pada masa lalu merupakan destinasi wisata yang wajib dikunjungi oleh para pelancong dari berbagai negara.

Ingin menaiki bianglala tertinggi di dunia dan melihat sebagian wilayah Malaysia dan Indonesia dari puncaknya? Singapore Flyer adalah pilihannya. Dengan tinggi 165 meter dan 32 menit dalam satu putaran, para pelancong dari berbagai negara akan disuguhi keindahan yang tidak ada duanya.

Atau ingin berkunjung ke teater pertama di Asia Tenggara yang menggunakan teknologi 4D? Sentosa 4D Magix adalah solusinya. Terletak di pulau Sentosa, disana kita bisa duduk dan menikmati pertunjukan film sambil merasakan sensasi air yang menyemprot, gelitikan di kaki, kursi yang bergetar, dan guncangan di tempat duduk.

Di malam hari, kita bisa berjalan-jalan ke Boat Quay yang merupakan pusat perdagangan. Berbagai restoran, bar, pub memenuhi dermaga sungai yang bersih dan tertata rapi dan selalu ramai pada malam hari. Kita juga bisa menyaksikan pertunjukan musik di atas air di tempat terbuka. Song of the Sea. Pertunjukan yang hanya diselenggarakan saat tidak hujan.

***

Akhir-akhir ini saya suka membaca buku-buku travelling / buku-buku tentang traveler. Mungkin ini karena saya baru saya menghabiskan novel Nomadic Heart karya kak Ariy yang berhasil membuat saya menyukai dunia traveler.

Namun, kebanyakan destinasi yang dihadirkan disini adalah khusus keluarga dan anak-anak. Saya belum menemukan tempat yang pure untuk remaja / tempat nongkrong remaja yang banyak dikunjungi di Singapura. Bahkan  satu tempat yang saya harapkan akan dibahas dalam buku ini juga tidak ada. Kinokuniya. Iya…tempat dimana ada buku disana. Saya termasuk pecinta buku, jadi tempat itu bakal menjadi salah satu tempat yang ingin saya kunjungi. Dan entah kenapa saya tidak menemukannya di dalam buku ini. Agak kecewa juga sih.

Banyak informasi mulai dari Letak geografis, kondisi iklim dan waktu, cara memesan tiket dan bekal uang, hingga informasi tentang money changer dan kartu telepon prabayar di tuliskan dalam buku ini, sehingga memudahkan orang yang ingin berkunjung kesana untuk pertama kalinya.

Semuanya tertulis secara detail. Mau cari hotel dari yang paling murah sampai berbintang pun ada. Bahkan penulis menambahkan nomor telepon yang bisa dihubungi jika ingin memesan hotel. Kuliner singapura juga dijelaskan disini. Tempat-tempat makan berlebel halal maupun tidak dijelaskan penulis agar traveler Indonesia mudah mencari makanan halal. Kalaupun tidak ada lebel halal, penulis menyarankan untuk bertanya kepada penjualnya langsung, karena mereka akan menjawab pertanyaan itu.